Kamis, 30 Juni 2016

Penyebab LGBT


LGBT adalah singkatan dari lesbian, gay, biseksual, transgender. Istilah tersebut kini sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat, baik itu di dunia maupun di Indonesia. Karena akhir-akhir ini banyak kaum LGBT yang menunjukkan eksistensinya secara terbuka, mereka tidak malu lagi dengan keadaan yang dialaminya. Di tambah, negara Amerika Serikat sebagai negara terkaya dan terkuat di dunia pada tanggal 26 juni 2015 melegalkan pernikahan sejenis dan LGBT. Dengan adanya pelegalan tersebut, kini kaum LGBT merasa terlindungi dan mempunyai hak.

Adapun penyebab LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender) anatar lain:
1.      Pendampingan Orangtua
Menurut Sigmund Freud, tahap ketiga yaitu tahap phallic (3-6 tahun) anak terikat dengan orangtua dari jenis kelamin yang berlawanan dan kemudian mengidentifikasikan dengan orangtua yang berjenis kelamin sama. Jika orang tua tidak melakukan pendampingan atau hanya Ayah/Ibu saja yang mendampingi maka anak akan mengalami problem seksual.
2.      Peran Orangtua
Porsi peran antara Ayah dan Ibu harus sama, tidak boleh salah satu saja yang mendominasi hari-harinya.
3.      Trauma
Pengalaman yang menakutkan akan menjadi trauma. Misalnya kekerasan yang dilakukan Ayah kepada Ibu kemudian terjadi perceraian. Anak melihat bagaimana Ayahnya melakukan kekerasan kepada Ibunya dan timbullah rasa benci anak perempuan tersebut kepada Ayahnya dan berujung membenci sosok laki-laki yang menyebabkan anak tersebut menjadi lesbian.
4.      Lingkungan dan Pergaulan
Erik H. Erikson menekankan pengaruh sosial dalam perkembangan kepribadian. Dapat dijabarkan bahwa lingkungan tempat tinggallah yang mempengaruhi anak menemukan jati diri mereka. Jika anak tinggal dengan kaum LGBT maka ada kemungkinan anak tersebut akan terpengaruh. Pergaulan antara teman sebaya yang berjenis kelamin sama juga merupakan penyebab LGBT, karena terlalu dalam hubungan pertemanan mereka yang dirasa teman sejenisnya itu yang paling bisa mengerti dan menyayangi dia kemudian pertemanan tersebut berujung hubungan yang menyimpang.
5.      Moral dan Akhlak
Seorang yang mempunyai moral dan akhlak yang baik tentu saja tidak melanggar norma yang ada pada masyarakat dan ajaran agama yang dianut. Karena pada hakekatnya  manusia sudah mempunyai khodrat masing-masing dan seharusnya mensyukuri apa yang sudah diberikan-Nya. 

Di Indonesia sendiri masalah LGBT masih menjadi kontroversi, ada beberapa pihak yang mendukung dan ada juga yang menentang keras keberadaan kaum LGBT.

Gangguan Perkembangan Autisme


Kurang bijak kiranya jika kita mengabaikan anak-anak disekitar kita yang tergolong berkebutuhan khusus, sementara anak-anak normal selalu diprioritaskan dalam hal apapun. Keberadaan anak berkebutuhan khusus harus kita perhatikan, dan keterbatasannya harus kita tangani. Salah satu gangguan pada anak usia dini yang kini mulai menjadi perhatian orangtua dan pendidik PAUD adalah gangguan perkembangan autisme.

Pengertian Autisme
Monks dkk., mengungkapkan bahwa autisme berasal dari kata autos yang berarti aku. Pada pengertian nonilmiah kata tersebut dapat ditafsirkan bahwa semua anak yang mengarah pada dirinya sendiri disebut dengan autisme.
            Sementara itu, Berk mengartikan autisme dengan istilah absorbed in the self atau keasyikan dalam dirinya sendiri. Sementara Wall mengartikan autisme sebagai aloof atau withdrawn, yang mana anak-anak dengan gangguan autisme ini tidak tertarik dengan dunia disekelilingnya. Kemudian, Tilton mengungkapkan bahwa pemberian nama autisme karena hal ini diyakini dari “keasyikan yang berlebihan” dalam dirinya sendiri.
            Berdasarkan berbagai arti tersebut, autisme secara sederhana dapat diartikan dengan sikap anak yang cenderung suka menyendiri karena terlalu asyik dengan dunianya sendiri. Dengan kata lain, anak dengan gangguan autisme adalah anak yang sibuk dengan urusannya sendiri ketimbang bersosialisasi dengan orang lain disekitarnya.

Jenis-jenis Autisme
Ditinjau dari kemunculannya/kejadiannya, anak dengan gangguan autisme dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a.       Autisme Klasik
Anak yang mengalami gangguan autisme sejak dilahirkan.
b.      Autisme Regresi
Gangguan autisme muncul setelah anak berusia 1,5 hingga 2 tahun.

Penyebab Gangguan Autisme pada Anak Usia Dini
Berikut ini adalah beberapa dugaan penyebab autisme pada anak usia dini.
a.       Gangguan Susunan Saraf Pusat
b.      Gangguan pada Metabolisme (Sistem Pencernaan)
c.       Peradangan Dinding Usus
d.      Faktor Genetik
e.       Usia orangtua
f.       Keracunan Logam Berat

Ciri-ciri Anak dengan Gangguan Autisme
Berikut ini merupakan ciri-ciri anak usia dini dengan gangguan autisme pada anak usia dini.
a.      Interaksi Sosial
1)      Cuek terhadap lingkungan.
2)  Kontak mata sangat kurang, bahkan tidak mau menatap mata lawan bicaranya.
3)      Ekspresi muka kurang hidup.
4)      Tidak mau bermain dengan teman sebayanya.
5)      Suka bermain dengan dirinya sendiri.
6)      Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang bisa meniru.
7)    Tidak memiliki empati atau tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain.
b.      Komunikasi
1)      Terlambat bicara.
2)    Tidak memiliki usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain selain bicara.
3)      Jika bicara,bicaranya tidak untuk berkomunikasi.
4)      Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.
5)      Tidak dapat memahami pembicaran orang lain.
c.       Perilaku
1)      Cuek terhadap lingkungan
2)    Perilaku tak terarah, seperti suka mondar-mandir, lari-lari, manjat-manjat, berputar-putar,melompat-lompat, dan lainnya.
3)  Sering kali sangat terpukau pada benda-benda yang berputar atau benda-benda yang bergerak.
4)     Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang.
5)     Terpaku pada satu kegiatan rutin yang tidak ada gunanya.
6)   Mempertahankan satu permainan atau lebih dengan cara yang khas dan berlebihan.

Penanganan Anak Usia Dini dengan Gangguan Autisme
a.       Terapi Perilaku
b.      Terapi Bermain
c.       Terapi Wicara


 Daftar Pustaka
§  Yuwono, Joko. 2009. Memahami Anak Autistik : Kajian Teoritik dan Empirik. Yogyakarta: Alfabeta.
§  Prasetyono,  Dwi Sunar. 2008. Biarkan Anakmu Bermain: Mengenal Manfaat dan Pengaruh Positif Permainan bagi Perkembangan Psikologi Anak. Yogyakarta: Diva Press.